ARTIKEL PLAGIARISME
Minggu ke 15
Plagiarisme atau sering
disebut plagiat adalah penjiplakan atau pengambilan karangan, pendapat, dan
sebagainya dari orang lain dan menjadikannya seolah karangan dan pendapat sendiri.[1]
Plagiat dapat dianggap sebagai tindak pidana karena mencuri hak cipta orang
lain. Di dunia pendidikan, pelaku plagiarisme dapat mendapat hukuman berat
seperti dikeluarkan dari sekolah/universitas. Pelaku plagiat disebut sebagai
plagiator.
Pelanggaran hak cipata dalam berbahasa tulis dapat dibuktikan melalaui pengabaian atau penghilangan identitas sumber pesan dalam tulisan sehingga tulisan tersebut seolah-olah menjadi milik penulis padahal bukan. Karena pesan tersebut milik sumber atau orang lain (kutipan). Pengabaian atau penghilangan sumber kutipan tersebut diakibatka oleh kekhilafan (kelalaian) dan kesengajaan. Kekhilafan adalah pelanggaran hak cipta (kutipan) diakibatkan keterbatasan pengetahuan dan pengalaman penulis atau kecerobohan penulis dalam tata cara (teknik) pengutipan sumber sehingga terjadi pelanggaran hak cipta. Sedangkan kesengajaan diakibatkan bukan oleh keterbatasan pengetahuan dan pengalaman penulis atau tata cara penulis dalam tata cara pengutipan sumber melainkan penulis sengaja menghilangkan atau mengabaikan sumber secara sadar sehingga terjadi pelanggaran hak cipta. Pelanggaran tersebut dapat diidentifikasi melalaui hasil tulisan yang sudah di publikasikan.
Pembaca memiliki hak untuk membuat justifikasi terhadap pesan (isi) dalam sebuah tulisan. Setelah sebuah tulisan dibaca, pembaca memiliki hak untuk membuat keputusan perihal ada atau tidak ada pelanggaran hak cipta yang dilakukan oleh penulis. Melalui tata cara penulisan, pembaca dapat menentukan bukti pelanggaran hak cipta tersebut. Oleh karena itu, pembaca dapat dipandang sebagai penyebab ada atau tidak ada plagiarisme. Selama pembaca tidak membuat justifikasi terhadap pesan (isi) tulisan maka pelanggaran hak ciptapun tidak akan ada, sehingga plagiarisme tidak akan terjadi.
Plagiarisme dapat dihindari melalui pendidikan. Ingat bahwa pendidikan memiliki fungsi utama sebagai konservasi budaya dan kreasi budaya. Melalui pendidikan, cipta, karsa dan karya manusia dapat dikendalikan.
Proses pembelajaran merupakan sebuah model pengujian plagiarisme. Guru maupun siswa yang ada dalam proses pembelajaran dapat memerankan tokoh pembaca dan penulis. Dengan peran tokoh tersebut, guru maupun siswa dapat melakukan justifikasi terhadap pelanggaran hak cipta melalui hasil tulisan atau sumber bacaan. Setiap pesan yang terdapat dalam tulisan atau sumber tersebut dapat diverifikasi ada atau tidak ada pelanggaran hak cipta. Guru memiliki peran utama untuk memerankan tokoh tersebut sehingga tulisan atau bacaan yang digunakan oleh guru harus sudah tidak memiliki indikasi pelanggaran hak cipta. Guru selalu menyebutkan sumber kutipan dalam bertindak, tutur maupun dalam tulisan. Sehingga pelanggaran hak cipta dapat dihindari.
Selain itu guru dapat membiasakan siswa bebas dari plagiarisme. Ketika siswa belajar membaca maupun menulis, siswa dibiasakan untuk menolak pelanggaran hak cipta. Ketika siswa belajar membaca, siswa dibiasakan untuk menjustifikasi setiap sumber bacaan ada atau tidak ada pelanggaran hak cipta. Demikian juga pada saat siswa belajar menulis, siswa tidak melakukan pelanggaran hak cipta tersebut. Siswa juga dibiasakan pada saat bertindak tutur untuk tidak melakukan pelanggaran hak cipta. Siswa dibiasakan untuk menyebutkan atau menuliskan sumber kutipan.
-chesirecat1000,Desember 2010,PLAGIARISME DI DUNIA AKADEMIK
Pelanggaran hak cipata dalam berbahasa tulis dapat dibuktikan melalaui pengabaian atau penghilangan identitas sumber pesan dalam tulisan sehingga tulisan tersebut seolah-olah menjadi milik penulis padahal bukan. Karena pesan tersebut milik sumber atau orang lain (kutipan). Pengabaian atau penghilangan sumber kutipan tersebut diakibatka oleh kekhilafan (kelalaian) dan kesengajaan. Kekhilafan adalah pelanggaran hak cipta (kutipan) diakibatkan keterbatasan pengetahuan dan pengalaman penulis atau kecerobohan penulis dalam tata cara (teknik) pengutipan sumber sehingga terjadi pelanggaran hak cipta. Sedangkan kesengajaan diakibatkan bukan oleh keterbatasan pengetahuan dan pengalaman penulis atau tata cara penulis dalam tata cara pengutipan sumber melainkan penulis sengaja menghilangkan atau mengabaikan sumber secara sadar sehingga terjadi pelanggaran hak cipta. Pelanggaran tersebut dapat diidentifikasi melalaui hasil tulisan yang sudah di publikasikan.
Pembaca memiliki hak untuk membuat justifikasi terhadap pesan (isi) dalam sebuah tulisan. Setelah sebuah tulisan dibaca, pembaca memiliki hak untuk membuat keputusan perihal ada atau tidak ada pelanggaran hak cipta yang dilakukan oleh penulis. Melalui tata cara penulisan, pembaca dapat menentukan bukti pelanggaran hak cipta tersebut. Oleh karena itu, pembaca dapat dipandang sebagai penyebab ada atau tidak ada plagiarisme. Selama pembaca tidak membuat justifikasi terhadap pesan (isi) tulisan maka pelanggaran hak ciptapun tidak akan ada, sehingga plagiarisme tidak akan terjadi.
Plagiarisme dapat dihindari melalui pendidikan. Ingat bahwa pendidikan memiliki fungsi utama sebagai konservasi budaya dan kreasi budaya. Melalui pendidikan, cipta, karsa dan karya manusia dapat dikendalikan.
Proses pembelajaran merupakan sebuah model pengujian plagiarisme. Guru maupun siswa yang ada dalam proses pembelajaran dapat memerankan tokoh pembaca dan penulis. Dengan peran tokoh tersebut, guru maupun siswa dapat melakukan justifikasi terhadap pelanggaran hak cipta melalui hasil tulisan atau sumber bacaan. Setiap pesan yang terdapat dalam tulisan atau sumber tersebut dapat diverifikasi ada atau tidak ada pelanggaran hak cipta. Guru memiliki peran utama untuk memerankan tokoh tersebut sehingga tulisan atau bacaan yang digunakan oleh guru harus sudah tidak memiliki indikasi pelanggaran hak cipta. Guru selalu menyebutkan sumber kutipan dalam bertindak, tutur maupun dalam tulisan. Sehingga pelanggaran hak cipta dapat dihindari.
Selain itu guru dapat membiasakan siswa bebas dari plagiarisme. Ketika siswa belajar membaca maupun menulis, siswa dibiasakan untuk menolak pelanggaran hak cipta. Ketika siswa belajar membaca, siswa dibiasakan untuk menjustifikasi setiap sumber bacaan ada atau tidak ada pelanggaran hak cipta. Demikian juga pada saat siswa belajar menulis, siswa tidak melakukan pelanggaran hak cipta tersebut. Siswa juga dibiasakan pada saat bertindak tutur untuk tidak melakukan pelanggaran hak cipta. Siswa dibiasakan untuk menyebutkan atau menuliskan sumber kutipan.
-chesirecat1000,Desember 2010,PLAGIARISME DI DUNIA AKADEMIK
Apa itu “permainan game”? Dalam pengertian yang luas permainan game berarti “hiburan”. Permainan game juga merujuk pada pengertian sebagai “kelincahan intelektual” (intellectual playability). Sementara kata “game” bisa diartikan sebagai arena keputusan dan aksi pemainnya. Ada target-target yang ingin dicapai pemainnya. Kelincahan intelektual, pada tingkat tertentu, merupakan ukuran sejauh mana game itu menarik untuk dimainkan secara maksimal.
Sejalan dengan makin membanjirnya para penggemar game ini, teknologi piranti lunak untuk permainan ini pun berkembang kian pesat. Dari sekadar video game berbasis PC atau TV yang dimainkan sendiri atau secara bersama (multiplayer) di sebuah medium yang sama, kini mulai bergerak menuju permainan yang terhubung secara online. Artinya, seorang pemain (player) akan bisa adu strategi dan ketrampilan dengan sejumlah pemain lain yang berada di belahan dunia yang lain. Keberadaan internetlah yang memungkinkan hal itu terjadi.
Tak salah lagi, game online akhirnya Apa itu “permainan game”? Dalam pengertian yang luas permainan game berarti “hiburan”. Permainan game juga merujuk pada pengertian sebagai “kelincahan intelektual” (intellectual playability). Sementara kata “game” bisa diartikan sebagai arena keputusan dan aksi pemainnya. Ada target-target yang ingin dicapai pemainnya. Kelincahan intelektual, pada tingkat tertentu, merupakan ukuran sejauh mana game itu menarik untuk dimainkan secara maksimal.
Merupakan masa depan bagi para kreator game. Meskipun jalan menuju ke sana masih menemui kendala, terutama disebabkan oleh kemampuan teknologi yang belum maksimal, game online tetap menyimpan banyak harapan. Sony, Nintendo dan Microsoft misalnya, baru saja mengumumkan ambisi mereka untuk merancang suatu game interaktif — sesuatu yang sudah diprediksi banyak pakar sejak peluncuran Ultima Online tahun 1997.
Selain itu, permainan games online yang melibatkan tim-tim international maju selangkah lagi ketika Sony Online dan NCSoft bergandengan tangan dalam mengusung EverQuest ke Asia. Jelas, ini akan menggerakkan potensi multikultural dunia yang akan saling tersambung dalam suatu permainan universal dengan pilihan yang beragam.
Didasarkan pada waralaba Ultima yang kiprahnya cukup bagus, Ultima Online adalah genre game pertama yang sukses secara komersial. Sejak saat itu, segelintir game online — Everquest dan Lineage pengecualian utamanya – mulai mendatangkan keuntungan. Game online diperkirakan akan mampu mendongkrak keuntungan melampaui prestasi games tradisional berbasis CD yang mampu meraup US$ 6,5 miliar per tahun
Game atau permainan adalah sesuatu yang dapat dimainkan dengan aturan tertentu sehingga ada yang menang dan ada yang kalah, biasanya dalam konteks tidak serius atau dengan tujuan refreshing.
Game online adalah game yang berbasis elektronik dan visual. Game online dimainkan dengan memanfaatkan media visual elektronik yang biasanya menyebabkan radiasi pada mata, sehingga mata pun lelah dan biasanya diiringi dengan sakit kepala.
Game online adalah game yang menyediakan server-server tertentu agar bisa dimainkan. Namun, game online berbeda dari game yang lain, game online tidak ada akhirnya dan game online dapat juga menghasilkan uang tambahan yaitu dengan menukarkan mata uang di game online dengan bentuk rupiah atau bisa juga dengan menjual karakter game online kepada orang lain. Bila sudah “dewa”, harganya bisa mencapai jutaan rupiah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar